VIVA.co.id – Pendar sinar baskara pagi masih menyergap lirih. Kabut tipis membalut sepi. Di satu petak sawah yang belum terairi, satu petani sudah berikhtiar mendahului rekan-rekannya. Ia pasti berangkat lebih pagi untuk lebih banyak mendulang rezeki.
Di hadapannya, Candi Plaosan mengayomi ‘ruang kerjanya’, mungkin sudah saling sapa bertahun-tahun lamanya. Sawah dan candi, di Plaosanlah mereka saling bertatap muka. Petanilah yang jadi pengantar ceritanya sedari pagi.
Saya sebenarnya sudah sering datang ke Candi Plaosan. Apalagi kalau bukan hasrat untuk memandang sawah dan candi yang bisa disimak dalam satu lanskap akrab. Mengabadikan candi Buddha peninggalan abad ke-9 M ini, biasa menjadi persinggahan kelana pagi sembari menyesap udara sejuk di bumi Mataram kuno.
Baca selengkapnya...
0 comments: